
Suatu hari saya
mendapatkan tawaran pekerjaan untuk mengurus logistik sebuah perusahaan di Kota
Medan. Tawaran yang sangat menarik ini tidak saya sia-siakan, berhubung saya
juga membutuhkan pengalaman kerja. Orang tua saya bukan keturunan asli dari
Sumatera Utara tetapi dilahirkan di Kota Medan. Kakek dan nenek saya berasal dari
Jawa Tengah dan menghabiskan sisa-sisa hidupnya di Kota Medan. Orang tua saya juga
kurang terbuka tentang tempat kelahirannya. Hal inilah yang membuat saya
tertarik untuk pergi mencari tahu sendiri. Kemudian saya berangkat menggunakan
maskapai penerbangan termurah merek singa.
Setelah sampai di
Bandara Kualanamu, saya langsung menuju ke lokasi kerja untuk mempelajari apa
saja yang harus dikerjakan agar tidak kaget dan bingung. Sampai diproses ini
belum ada gejala-gejala aneh. Saya masih merasa seperti di Pulau Jawa.
Masyarakatnya ramah dan tidak sulit untuk diajak berbincang-bincang. Makanannya
pun termasuk murah-murah, hanya saja rata-rata terlalu pedas untuk lidah Jawa
seperti saya. Namun semuanya berubah setelah sekelompok orang mengaku atas nama
ormas berinisial PP datang menghampiri aktivitas penurunan barang di truk kami.
Mereka bertanya-tanya (kepo) sedang membawa apa dan berapa harga per unitnya.
Kemudian mereka melobi saya bahwa saya harus membayar sejumlah uang. Mereka
bilang bahwa hal ini sudah biasa di Kota Medan. Dalam hati saya, mereka ini kelompok
apa? Seumur hidup saya belum pernah mengalami jika menurunkan barang dari
truk harus membayar. Di kota kelahiran saya memang ada ormas PP tetapi tidak
sampai mengganggu lingkungan saya tinggal dan tidak mengganggu aktivitas bisnis
menengah ke bawah. Supir truk yang warga lokal memberi tahu saya bahwa
kondisinya memang seperti ini, orang pindah rumah pun akan diminta sejumlah
uang. Jika tidak memberi, mereka akan melempari kaca rumah pada malam harinya.
Saya berpikir, super sekali orang-orang ini. Mungkin penyebabnya ada pada
budaya malas kerja yang telah berakar dan diwariskan ke anak cucu sehingga mereka
terbiasa menggunakan kelompoknya untuk menekan orang lain. Begal motor pun bisa
leluasa melancarkan aksinya pada malam hari. Masyarakat menjadi takut apabila
keluar pada tengah malam. Aparat keamanan di Kota Medan memang sangat super
sekali.
Sampai hari ini saya
masih merasa sedikit jengkel bila ingat dengan ulah mereka. Saya hanya berharap
ada superhero seperti Batman yang
dapat mengawasi dan menekan aktivitas merugikan mereka. Saya sangat mendukung
apabila para mantan anggota Kopassus yang terlibat pada kasus Cebongan menjadi
aktivis penentang aktivitas premanisme.
0 komentar:
Posting Komentar