
Malaysia sebagai negara
berdaulat tampaknya memiliki berbagai masalah dalam penerapan bahasa Melayu
sebagai bahasa resmi. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan bahasa Inggris
sebagai bahasa pemersatu. Jika bahasa Inggris dijadikan sebagai bahasa
pemersatu, lantas untuk apa menyebut bahasa Melayu di Malaysia sebagai bahasa
resmi. Bahasa Melayu Malaysia justru hanya dijadikan
seperti bahasa Jawa yang penggunaannya hanya di wilayah tertentu dan oleh
orang-orang tertentu (tidak menyeluruh atau nasional). Penggunaan bahasa
Inggris dalam urusan-urusan kenegaraan baik lisan dan tulisan, urusan-urusan
akademis, dan mayoritas media cetak dan elektronik merupakan bukti bahwa bahasa
Melayu di Malaysia pada hakikatnya hanya dijadikan bahasa kedua atau bahasa
daerah. Hal ini sangat berbeda sekali dengan di Indonesia. Segala macam
urusan-urusan resmi dari Sabang sampai Merauke hanya menggunakan bahasa
Indonesia. Bahasa Melayu umumnya di Indonesia hanya dijadikan bahasa daerah
misalnya di Provinsi Riau dan sekitarnya.
Persepsi masyarakat Melayu
di Malaysia disinyalir juga turut menyumbang terancamnya kepunahan bahasa Melayu.
Fenomena bahasa rojak (rujak, atau
istilah dalam bahasa Indonesia: gado-gado) dan bahasa pasar muncul tiba-tiba dan menjadi tren di masyarakat. Keengganan menggunakan
bahasa Melayu dikarenakan persepsi akan terlihat kampungan dan norak. Mayoritas
masyarakat Melayu di Malaysia merasa malu jika menggunakan bahasa Melayu,
padahal bahasa Melayu adalah bahasa resmi. Bahkan ketika diperkenalkan bahasa
Melayu baku (formal), mayoritas masyarakat Malaysia justru menuduh bahasa
tersebut adalah bahasa Indonesia. Kemudian diperparah dengan adanya pemisahan
ras (apartheid). Ras Melayu dijadikan kasta teratas sebagai tuan rumah dan ras
lainnya seperti Tionghoa dan India dianggap kasta terbawah. Ras selain Melayu
diijinkan menggunakan bahasa daerah mereka masing-masing tanpa mewajibkan
belajar bahasa Melayu di sekolah-sekolah khusus atau kaum mereka.
Saya tidak tahu apakah ada regulasi atau tidak tentang penggunaan bahasa-bahasa ini. Pemerintah Malaysia seakan “acuh tak acuh” dengan fenomena ini. Bahkan pejabat-pejabat negara pun tanpa malu-malu lagi merojakan bahasa (mencampur-campurkan bahasa melayu dan Inggris). Jika hal ini terus dibiarkan dan tidak ada undang-undang yang mengatur secara tegas tentang penggunaan bahasa, niscaya kepunahan bahasa Melayu di Malaysia sudah tidak dapat dihindari lagi.
0 komentar:
Posting Komentar